Selasa, 29 Juni 2021

KONEKSI ANTAR MATERI: PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, ada). Melalui arti kata sekolah tersebut tergambar jelas bahwa di sekolah terjadi interaksi antar unsur-unsur dalam suatu sekolah yang terdiri dari bangunan, murid, guru ,dan peraturan di dalamnya. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yaitu proses pendidikan dalam memberikan ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengajaran yaitu:

Gambar 1. Mindmap Pengajaran

Oleh karena itu sekolah sebagai salah satu institusi penyelenggara pendidikan sangatlah penting untuk mengembangkan berbagai program yang menempatkan murid sebagai subjek dalam pendidikan sehingga kodrat yang telah dimilikinya dapat dikembangkan secara optimal agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapat tercapai. Sesuai dengan dasar filosofis "Merdeka Belajar" yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara berikut ini:

Gambar 2, Filosofis "Merdeka Belajar" Ki Hajar Dewantara

Hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan kita saat membuat program di sekolah yaitu kebutuhan murid yang beragam, potensi yang dimiliki oleh setiap murid, dan aset-aset yang dimiliki oleh sekolah. Sangat penting mengembangkan budaya positif saat menyusun suatu program, sehingga program-program tersebut dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki sekolah dan berdampak pada murid guna mewujudkan merdeka belajar. Hal yang tak kalah pentingnya dalam perencanaan suaru program yaitu memperhitungkan resiko-resiko yang akan dihadapi saat pelaksanaan atau yang dikenal dengan manajemen resioko. Manajemen resiko sangat penting untuk meminimalisir hambatan-hambatan yang dapat mengganggu proses berjalannya program maupun mempersiapkan langkah terhadap resiko yang mungkin dihadapi di lapangan. 

Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila  risiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan,  sehingga program sekolah yang telah direncanakan  tidak berjalan dengan baik 

Beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:

  1. Risiko Strategis,  merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
  2. Risiko Keuangan, merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
  3. Risiko operasional, merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
  4. Risiko pemenuhan, merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
  5. Risiko Reputasi, merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003). 

Program-program yang telah terencana dalam pelaksanaannya hendaknya dimonitoring agar sesuai rencana dan mencapai tujuannya. 

Monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah proyek atau program

Selain pelaksanaan sebuah program dimonitoring, program tersebut juga hendaknya dievaluasi agar dapat diketahui kebermanfaatannya dan dapat terus disempurnakan pelaksanaannya jika program tersebut merupakan program yang berkelanjutan. Bahkan sebuah program dapat direncanakan ulang atau membuat program baru jika hasil evaluasinya menunjukkan hal yang kurang positif.

Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen.

Monitoring dan evaluasi, disinergikan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi menjadi sebuah siklus pada kegiatan atau program yang sedang berjalan.

Gambar 3. Siklus pada kegiatan atau program

12 prinsip dasar sebagai pedoman dalam melakukan monitoring dan evaluasi, (Kertsy Hobson, 2013) yaitu:

  1. Mengetahui alasan mengapa monitoring dan evaluasi dibutuhkan.
  2. Menyetujui prinsip-prinsip yang menjadi pedoman yaitu monitoring dan evaluasi harus relevan, berguna, sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dan kredibel.
  3. Menentukan program atau proyek yang perlu dimonitor berdasarkan pada tingkat prioritasnya. Jika program tersebut adalah aktivitas yang sedang berlangsung maka perlu dimonitoring, atau jika sebagai rangkaian aktivitas yang sudah selesai maka perlu dievaluasi.
  4. Menenentukan siapa saja yang terlibat dalam setiap tahapan monitoring dan evaluasi. Identifikasi siapa saja dari para pihak pemangku kepentingan yang menjadi bagian internal program dan eksternal program adalah hal yang perlu diperhatikan.
  5. Menentukan topik kunci dan pertanyaan untuk melakukan investigasi. 
  6. Mengklarifikasi sasaran, tujuan, aktivitas, dan langkah-langkah untuk berubah. Beberapa konsep penting yang menjadi kunci dalam strategi dan desain program atau proyek adalah :
  7. Mengidentifikasi informasi yang perlu diketahui yang ditujukan untuk memantau atau menilai apa saja yang berubah, memahami mengapa bisa berubah, dan menginterpretasi perubahan. Informasi yang diinginkan dapat berupa data kuantitatif (menjawab pertanyaan, apa, berapa, dan kapan) atau data kualitatif (menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana).
  8. Memutuskan bagaimana informasi diperoleh. Biasanya data diperoleh melalui berbagai sumber internal dan eksternal. Pengumpulan metode Informasi yang digunakan untuk monitoring internal adalah rekam jejak internal kegiatan, menyimpan data sekunder yang relevan, workshop kelompok yang dilakukan secara periodik, diskusi, FGD, survei periodik, dan perlengkapan komunitas. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak eksternal. Biasanya evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar berupa wawancara. Penilai eksternal dapat menggunakan data yang diperoleh melalui sistem monitoring internal.
  9. Menilai kontribusi/pengaruh yang diberikan. Bagian penting dari M&E adalah menilai pengaruh atau kontribusi kegiatan terhadap dampak atau outcome yang dapat diobservasi. Untuk melihat pengaruh atau kontribusi yang dapat dirasakan, penilaian dapat dengan melakukan kontrol secara acak, atau melakukan penilaian retrospektif.
  10. Menganalisis dan menggunakan informasi. Tujuan utama dari monitoring adalah untuk mendukung pengambilan keputusan internal dan perencanaan sehingga dilakukan analisis secara periodik, menilai, dan menggunakan informasi tersebut.
  11. Menjelaskan data. Data yang dijelaskan sangat bergantung pada tujuan. Data disampaikan kepada pihak pemangku kepentingan yang relevan dengan data yang akan dijelaskan. Dalam menjelaskan data, perlu ditentukan siapa yang menjadi pendengar atau hadirin, menjahitkan data agar bisa dipahami oleh pemangku kepentingan, memindahkan data menjadi grafik, dan menggambarkan hasil-hasil penting kepada pemangku kepentingan atau hadirin.
  12. Tentang etika dan proteksi data. Dalam etika memproteksi data, semua peserta atau responden yang dilibatkan selama proses monitoring dan evaluasi wajib dijaga kerahasiaannya.
Hasil monitoring dan evaluasi merupakan hal yang penting untuk dapat membuat suatu keputusan yang tepat bagi siapa pun, termasuk kita sebagai pemimpin dalam pembelajaran agar berdampak bagi murid terutama dalam mengembangkan potensi ataupun kodrat yang telah ada dalam diri masing-masing murid.

Terkait dengan Gambar 3 yaitu Siklus pada kegaiatan atau program pada tahap refleksi, 4 tingkat model menurut Dr. Roger Greenaway dapat digunakan untuk berpikir dan merefleksikan situasi dan dapat membantu menyusun refleksi tertulis yaitu sebagai berikut:

Gambar 4. Model 4F menurut Dr. Roger Greenaway

Model ini mudah diingat dan membahas aspek utama dari apa yang perlu dipertimbangkan ketika meninjau suatu pengalaman.

Program yang telah dibuat dan dilaksanakan merupakan salah satu wujud keputusan yang telah diambil oleh seorang pemimpin. Pada akhir pelaksanaan program maka hendaknya dibuatkan laporan. 

Laporan adalah alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya.

Oleh karena itu laporan harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu kegiatan. Pada dasarnya laporan merupakan gambaran tentang apa (what) yang telah terjadi, di mana (where) kejadian tersebut berlangsung, bilamana (when) kejadian itu terjadi dan mengapa (why) hal itu terjadi, siapa (who) yang bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah terjadi, serta bagaimana (how) kejadiannya. Konsep ini dikenal dengan istilah SW 1H.

Demikian uraian ini, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan referensi dalam melakukan pengelolaan program yang berdapak pada murid.


Minggu, 18 April 2021

KONEKSI ANTAR MATERI: PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka merupakan dasar dalam proses pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yakni:

Gbr.1. Filosofi Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara

1.       Ing ngarso sung tulodo.

Seorang pemimpin pembelajaran harus menjadi teladan yang baik, salah satunya melalui keputusan-keputusan yang diambil hendaknya mencerminkan keadilan dan menjadi contoh untuk taat atau komitmen pada keputusan yang diambil dalam penerapannya.

2.       Ing madyo mangun karso.

Seorang pemimpin pembelajaran harus memberikan motivasi. Artinya seorang pemimpin pembelajaran hendaknya dapat mengambil keputusan yang dapat membangun motivasi kepada yang dipimpinnya. Tentunya keputusan ini tidak diambil secara sembarang, namun dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang ada untuk kemaslahatan bersama.

3.       Tut wuri handayani.

Tut wuri handayani bukan semata-mata ‘di belakang memberikan dukungan’ tetapi juga tentang bagaimana seorang pemimpin memberikan ruang dan kepercayaan kepada yang dipimpinnya melalui keputusan-keputusan yang dihasilkan.

Gbr.2. Proses Pengambilan Keputusan
bramardianto.com

Tentunya menghasilkan keputusan bukanlah hal yang mudah, karena banyak hal yang dapat mempengaruhi kita dalam mengambil sebuah keputusan. Salah satunya.adalah nilai- nilai yang telah tertanam di dalam diri kita. Misalnya khawatir salah atau kurang percaya diri dalam mengambil sebuah keputusan, hal ini tentunya sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sehingga terkesan lambat atau low respon. Namun tergesa-gesa dalam mengambil keputusan juga tidak baik, sehingga hendaknya seorang pemimpin tanggap terhadap fakta-fakta yang terkait untuk mendukung keputusannya dan memiliki prinsip dasar dalam mengambil keputusan agar nilai-nilai yang kurang mendukung dalam mengambil keputusan dan telah terlanjur tertanam dapat dikurangi pengaruhnya bahkan dapat berubah menjadi lebih positif untuk mengambil sebuah keputusan.

Keputusan yang diambil sebagai pemimpin pembelajaran dapat diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang telah ada sesuai dengan pelaksanaan coaching yang telah dibahas sebelumnya. Melalui coaching solusi yang dihasilkan berdasarkan pengalaman yabg dimiliki.  Keputusan yang kita ambil berdasarkan pengalaman sudah lebih teruji karena dampaknya telah kita rasakan, sehingga kita dapat lebih memperbaiki keputusan tersebut untuk diadaptasikan dengan permasalahan yang memerlukan keputusan yang tepat.

"Pengalaman adalah guru yang terbaik "

Pada permasalahan dengan moral atau etika memang relatif sulit untuk membuat suatu keputusan. Bahkan rasa keadilan bertentangan dengan rasa kasihan. Namun sebagai pemimpin pembelajaran obyektivitas harus diutamakan agar keputusan yang win-win solution dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

Keputusan terkait dengan dilema etika pada pembelajaran hendaknya melalui proses pertimbangan yang sebaik-baiknya dengan prinsip untuk tetap mengutamakan menciptakan  proses pembelajaran yang memerdekakan murid dengan menuntun kodrat yang dimilikinya untuk mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya.  Keputusan pemimpin pembelajaran  sangat mempengaruhi karena sebagai pedoman  pelaksanaan pembelajaran tersebut. Melalui keputusan yang dijadikan pedoman, maka pelaksanaan pembelajaran akan menjadi lebih terarah dalam pencapaian murid yang tentu saja dapat mempengaruhi masa depan murid sebagai penuntun kodratnya agar tumbuh dan berkembang dengan baik. 


Gbr.3. Hakikat pendidikan oleh pendidik bagi murid menurut Ki Hajar Dewantara


Gbr.4. Pengaruh Leadership (kepemimpinan) kompasiana.com

Jadi, keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran dalam menuntun kodrat murid sehingga dapat dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu, seorang pemimpin pembelajaran bersifat objektif dalam membuat keputusan dan dapat mempertimbangkan efektivitas keputusan yang diambil dapat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh dan telah teruji baik secara legal maupun regulasi. Pemimpin pembelajaran dapat menjadi teladan, memotivasi, dan memberdayakan yang dipimpin salah satunya melalui keputusan yang diambilnya.

#cgp
#modul3.1
#pendidikangurupenggerak

Jumat, 16 April 2021

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 Assalamu 'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua. 
Semoga Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kesehatan dan perlindungan-Nya untuk kita semua di masa pandemi saat ini. Aamiin

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang selalu membimbing dan memberikan kemudahan dalam menjalani dan melalui tahap demi tahap perjalanan sebagai Calon Guru Penggerak. Modul-modul di LMS, saya coba pelajari dan implementasikan dalam kegiatan saya sebagai seorang tenaga pendidik yakni dalam kegiatan pembelajaran dengan murid maupun kegiatan berinteraksi dengan rekan-rekan sejawat di sekolah untuk dapat mengimbaskan, mengajak, dan menggerakkan untuk dapat mewujudkan Merdeka Belajar dan Profil Pelajar Pancasila khususnya di SMP Negeri 6 Tambun Selatan.


Gbr.1. Merdeka Belajar bagi murid dan guru


Program Pendidikan Guru Penggerak yang saya jalani saat ini, tidak hanya melatih dan mengembangkan  strategi-strategi yang dapat dilaksanakan dalam pembelajaran agar pendidikan yang esensinya adalah menuntun kodrat yang telah dimiliki oleh murid, tapi juga melatih Calon Guru Penggerak untuk memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Pengambilan keputusan ini tentunya hal yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran maupun interaksi dengan teman-teman sejawat di sekolah. Bahkan hal-hal yang dilematis kerap kita alami dalam mengambil sebuah keputusan, sehingga kita harus menimbang-nimbang suatu keputusan agar tepat dan dapat memberikan solusi dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi. 



Gbr.2. LMS Pendidikan Guru Penggerak

Ilmu dan pengetahuan yang telah saya peroleh melalui Pendidikan Guru Penggerak tentunya wajib saya sampaikan kepada semua rekan-rekan pendidik. Sesuai dengan hadits shahih HR. Bukhori:

Gbr.3. Hadits Riwayat Bukhori 

Menyampaikan melalui blog ini merupakan salah satu cara yang dapat saya lakukan untuk menyampaikan ilmu yang saya peroleh setelah mempelajari ilmu dan pengetahuan dari modul-modul Pendidikan Guru Penggerak. Artikel dalam blog ini diharapkan tidak hanya menjangkau rekan-rekan sejawat di sekolah namun dapat menjangkau lebih luas yakni rekan-rekan pendidik di Indonesia bahkan mancanegara. Sebenarnya menyampaikan ilmu yang telah saya peroleh telah dilaksanakan secara berkelanjutan melalui kegiatan aksi nyata yang ada pada masing-masing modul. Aksi nyata ini menuntut CGP menerapkan apa yang sudah diperoleh dalam aktivitasnya dalam mengelola pembelajaran dan berinteraksi serta merencanakan, menjalankan program-program sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan.

Gbr.4. Pelaksanaan salah satu aksi nyata: sosialisasi menerapkan pembelajaran life skill 

Pengetahuan yang telah saya peroleh akan saya sampaikan melalui Komunitas SEEd yang sudah saya rintis dan akan saya terapkan berkolaborasi dengan Kepala Sekolah, Komite, rekan-rekan sejawat baik pendidik maupun tenaga kependidikan, murid, maupun masyarakat di sekitar sekolah yang diwujudkan melalui program-program sekolah yang terukur, terarah, dan berkelanjutan untuk dapat lebih meningkatkan mutu pendidikan di SMP Negeri 6 Tambun Selatan khususnya dan di Kabupaten Bekasi  pada umumnya.

Gbr.5. Beranda Google Site Komunitas SEEd

Terkait dengan judul artikel ini, penerapannya pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran telah dilakukan seiring berjalannya proses pembelajaran. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring tentunya banyak menimbulkan dilema etika bagi seorang guru, karena upaya-upaya dilakukan semaksimal mungkin oleh seorang guru agar murid dapat memahami setiap komptensi dasar dengan baik namun hasilnya kadang masih mengecewakan karena beragam permasalahan setiap peserta didik., Bahkan secara pribadi sebagai wakil kepala bidang kurikulum, dilema etika tersebut tidak hanya terkait dengan murid tapi juga dengan rekan sejawat. Pengambilan keputusan ini tentunya bukan hal yang mudah karena diupayakan dapat memberikan solusi terhadap suaru permasalahan tanpa menimbulkan masalah yang baru. 

Gbr.6. Perumpamaan saat membuat keputusan

Oleh karena itu, memperhatikan fakta-fakta yang ada merupakan hal yang paling penting sebelum membuat keputusan, agar keputusan yang diambil tepat. Tentunya akan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk dapat menggali fakta-fakta, maka selain melaksanakan observasi, perlu dilakukan pencarian fakta melalui dialog dengan pihak-pihak terkait diantaranya murid, rekan sejawat, orang tua, bahkan Kepala Sekolah. Tak hanya itu kita juga harus memiliki keputusan alternatif untuk dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi secara situasional dan bersifat jangka panjang. Keputusan yang diambil juga hendaknya tidak bertentangan dengan hukum (uji legal), kode etik profesi (uji regulasi), sehingga penting untuk berkoordinasi dengan Kepala Sekolah jika keputusan tersebut terkait dengan instansi. Saya juga harus dapat merasakan situasi yang salah sehingga perlunya diambil keputusan tersebut dan merasa nyaman dengan keputusan tersebut. 
Efektivitas dari sebuah keputusan dapat diukur dari dampak yang ditimbulkan setelah keputusan tersebut diambil, sehingga sedapat mungkin proses pengmbilan keputusan tersebut tidak terburu-buru dan tidak hanya berdasarkan perasaan namun mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan. oleh karena itu, materi yang telah diperoleh dalam modul 3.1 tentang 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat penting untuk diterapkan supaya menghasilkan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Semoga Yang Maha Kuasa selalu membimbing kita untuk dapat mengambil keputusan yang tepat karena setiap keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia tapi juga diakhirat. Aamiin.

#CGP
#pendidikangurupenggerak
#modul3.1




 





Jumat, 26 Maret 2021

COACHING MODEL TIRTa MENUNTUN MURID MENGGALI POTENSI DIRI DAN SOLUSI

Pendidikan adalah tuntunan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Pendidikan Republik Indonesia yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara.

Gambar 1. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Hal ini yang  mendasari filosofis "Merdeka Belajar". Beragam upaya hendaknya dilakukan oleh seorang pendidik untuk dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang dimiliki oleh peserta didik, baik kekuatan kodratnya yang berupa bakat, kompetensi akademis, kompetensi sosial emosional, berbagai keterampilan hidup yang dibutuhkan dalam abad 21 seperti kolaborasi, komunikasi, kreatif, dan berpikir kritis, sehingga terbentuk kemandirian dan kedewasaan menghadapi permasalahan dan mampu menyelesaikan atau menemukan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya dengan sikap positif.

Menuntun kompetensi akademis peserta didik yang menunjang merdeka belajar dapat diterapkan melalui pembelajaran berdiferensiasi untuk dapat mengakomodir berbagai gaya belajar dan kebutuhan peserta didik serta melatih keterampilannya abad 21.Hal ini telah saya kemukakan pada artikel sebelumnya. pada link berikut:

http://euisnovi.blogspot.com/2021/02/mengimplemantasikan-merdeka-belajar.html

Menuntun kompetensi sosial emosional  peserta didik yang menunjang merdeka belajar dapat diterapkan melalui pembelajaran sosial dan emosional  uagar dapat sukses melalui pengalaman-pengalaman interaksi dengan gurunya, teman-temannya, maupun sekolahnya. Apa manfaatnya dan bagaimana cara melaksanakannya telah saya kemukakan pada artikel sebelumnya. pada link berikut:

http://euisnovi.blogspot.com/2021/03/pembelajaran-sosial-dan-emosional.html

Lalu bagaimana untuk melatih kemandirian dan kedewasaan menghadapi permasalahan dan mampu menyelesaikan atau menemukan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya dengan sikap positif?

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui Coaching Model TIRTa. Berdasarkan definisi para ahli Pramudianto (2020) makna Coaching sebagai berikut:

Gambar 2. 3 Makna Coaching

Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah bukan menggurui.


Gambar 3 & 4. Proses Coaching, kolaborasi Coach (guru) dengan Coachee (murid)

Proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yaitu pertanyaan yang membuat lebih berpikir, pertanyaan yang lebih membukakan, dan menggali potensi peserta didik dapat membuat murid melakukan metakognisi (bagaimana murid memahami proses berpikirnya). Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

Komunikasi dalam coaching merupakan komunikasi yang memberdayakan yaitu komunikasi yang dapat mengesplorasi kemampuan coachee dalam menemukan solusi atau menentukan langkah-langkah berikutnya melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan oleh coach setelah mendengarkan dengan seksama permasalahan yang disampaikan oleh coachee. 

Coaching dapat dilakukan kapan pun saat seorang guru sebagai coach dalam keadaan siap, dapat mendengarkan dengan baik atau sepenuhnya dan memberikan perhatian (fokus). Coaching tidak hanya dilakukan saat ada masalah, tapi juga dapat menggali potensi yang dimiliki coachee dan menuntun prosee belajarnya. Coaching dapat dilakukan dengan teman sejawat. Coaching berbeda dengan konseling yang hanya berkomunikasi untuk memecahkan masalah, dan berbeda juga dengan mentoring (pemberikan tips-tips berdasarkan pengalam mentor).

Empat kompetensi dasar dasar bagi seorang coach yaitu:

  1. keterampilan membangun dasar proses coaching
  2. keterampilan membangun hubungan baik
  3. keterampilan berkomunikasi
  4. keterampilan memfasilitasi pembelajaran

"Bagaimana melaksanakan Coaching Model TIRTa?"

 TIRTA kepanjangan dari

T  : Tujuan
I   : Identifikasi
R  : Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 

1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 

2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 

4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Cara melaksanakan Coaching pada peserta didik dapat disimak pada video di link berikut ini:

https://youtu.be/5kUnboBpqL8

Mari kita bersama-sama menuntun peserta didik kita untuk mencapai kemerdekaan dalam belajar untuk generasi emas di masa mendatang.

#PGP
#programgurupenggerak
#modul2.3


Kamis, 11 Maret 2021

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

Beragam karakteristik, dan latar belakang peserta didk yang ada di dalam kelas merupakan hal yang harus disadari dan dipahami pendidik saat melaksanakan pembelajaran, sehingga kadang sebagai pendidik mengalami keadaan seperti pada gambar berikut ini di dalam kelas.

Gambar 1. Situasi pembelajaran di kelas


Tentunya keadaan yang demikian akan menyebabkan kita sebagai guru menjadi mudah emosi bahkan menjadi tidak fokus pada langkah-langkah pembelajaran yang akan kita lakukan atau dengan kata lain semua jadi berantakan. Sebelum guru dapat membantu murid mengembangkan aspek sosial dan emosionalnya, maka  perlu belajar memahami, mengelola, dan  menerapkan pembelajaran sosial dan emosional  dalam dirinya. Apakah penting mengembangkan aspek sosial dan emosional peserta didik?
“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali" (Educating the mind, without educating the heart, is not education at all) by Aristoteles

Menurut Ki Hajar Dewantara,  pendidikan adalah tuntunan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.  Aspek sosial emosional merupakan kodrat yang dimiliki oleh anak-anak sebagai manusia sehingga sangat penting untuk dikembangkan.

Gambar 2. Guru Berpikir

Nah, hal ini tentunya juga yang menjadi pertanyaan yang ada dalam benak kita. Aspek sosial dan emosional peserta didik dapat dikembangkan melalui Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup yaitu:
Gambar 3. Tiga ruang lingkup pelaksanaan PSE 



Gambar 4. Penjelasan 3 ruang lingkup PSE

Pembuatan Kesepakatan Kelas untuk membangun Budaya Positif di sekolah merupakan salah satu pembelajaran sosial dan emosional ruang lingkup protokol.
"Membangun Budaya Positif merupakan salah satu Pembelajaran Sosial dan Emosional"
Implementasinya dapat mengacu pada kolaborasi akademik dan pembelajaran sosial dan emosional (Collaboratif Academic Social Emotional Learning (CASEL)). Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. 

"Hakikat PSE yaitu pembelajaran yang memberikan-pengalaman-pengalaman kepada peserta didik melalui interaksi dengan gurunya, teman-temannya, sekolahnya sehingga peserta didik dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain, serta mengembangkan kompetensi personal untuk dapat sukses".


Tujuan pembelajaran sosial dan emosional yaitu: 
1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
2) menetapkan dan mencapai tujuan positif
3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta
5) membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Guru penting memahami dan menerapkan PSE karena proses pembelajaran bersifat relational (saling terkait), dimana proses belajar akan terjadi jika adanya perhatian dan emosi menarik perhatian tersebut, sehingga anak dapat belajar jika hatinya terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitarnya dan adanya tujuan.

Terdapat 5 Kompetensi Sosial Emosional yang dapat dilatih melalui Pembelajaran Sosial dan Emosional yaitu:

Gambar 5. 5 Kompetensi Sosial dan Emosional 


 Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness)

Pembelajaran sosial dan emosional akan lebih efektif jika seseorang memiliki kesadaran penuh (mindfulness).  

Kesadaran penuh (mindfulness) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness) (Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15))

Gambar 6. 5 kata kunci mindfulness

Gambar 7. Latihan kesadaran penuh

Cara melakukan teknik STOP dapat dipelajari pada video berikut ini: 
https://youtu.be/eCMqo5iUbIE

Teknik STOP hanya merupakan latihan awal yang seserhana yang dapat dilakukan dalam semua situasi untuk memperoleh kesaran penuh. Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) lainnya sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, melakukan berbagai kegiatan literasi, mencintai alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.



Keterkaitan Kesadaran Penuh (Mindfulness), Kompetensi Sosial, dan Well being

Gambar 8. Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh  untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being).  Gambar tersebut diadaptasi dari  Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese (dalam Hawkins, 2017)

Dengan kesadaran penuh dapat lebih memahami dan menghubungkan 5 kompetensi sosial dan emosional dengani lebih baik sehingga lebih siap untuk menghadapi tantangan yang ada dengan lebih optimis.

Gambar 9. Hubungan kesadaran diri dengan empati, dan resiliensi (Hawkins, 2011)
"optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik"  (Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006)) 

Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. 

Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki  ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab 

Demikian sekelumit pembelajaran sosial dan emosional yang dapat saya sampaikan melalui artikel ini. Mari kita bersama-sama sebagai pendidik berkolaborasi untuk melaksanakan pembelajaran sosial dan emosional ini. Hal ini tentu erat kaitannya dengan pendidikan karakter di sekolah. Mari kita mulai dari diri kita lalu kita imbaskan dan berikan motivasi untuk peserta didik dan teman sejawat serta masyarakat di sekitar kita untuk menerapkannya. Sesuai semboyan Ki Hajar Dewantara:

"Ing ngarso sing tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani"

#pendidikangurupenggerak















 


Minggu, 21 Februari 2021

MENGIMPLEMANTASIKAN MERDEKA BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Pada artikel yang telah saya tulis sebelumnya yang berjudul “Filosofis Merdeka Belajar Pemikiran Ki Hajar Dewantara”, bahwa merdeka belajar menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, sehingga dapat menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapat tercapai. Tujuan penididikan yang mulia tersebut dikemukakan oleh seorang Bapak Pendidikan Republik Indonesia yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara. Tiga buah pemikiran beliau dalam yang fenomenal dan kita ingat hingga saat ini sebagai berikut:

Gbr 1. Ki Hajar Dewantara dengan 3 buah pemikirannya

Apakah yang sudah kita lakukan selama ini dalam pembelajaran selama ini sudah menunjukkan “Merdeka Belajar”?

Apakah kita sebagai pendidik dalam pembelajaran sudah menuntun segala kodrat yang dimiliki oleh peserta didik? 

Berikut peristiwa yang mungkin kerap kita jumpai dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Seorang guru yang bernama Bu Yanti mengajar mata pelajaran matematika di sebuah sekolah menengah pertama. Beliau senang sekali setiap pembelajaran peserta didiknya yang bernama Amalia, dan Pandu selalu menjawab dengan paling cepat dibandingkan dengan teman-teman yang lain.


Gbr 2. Pembelajaran di dalam kelas

Namun, hal ini menjadi dilema untuknya karena disaat dirinya harus memberikan penjelasan yang lebih rinci, bahkan ada yang harus dijelaskan secara berulang-ulang untuk temannya, sementara Amalia dan Pandu lebih cepat memahaminya. Apa yang harus dilakukan oleh Bu Yanti agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para peserta didiknya yang beragam? 

Masih ingatkah rekan-rekan pembaca dengan "Budaya Positif"?

Mengingat salah satu cara membangun budaya positif di sekolah yaitu menganggap semua peserta didik memiliki potensi. Mungkin berbagai macam metode telah kita lakukan dalam pembelajaran. Pada kesempatan kali ini, saya akan memaparkan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapar menjadi salah satu solusi untuk dapat mengakomodir kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang beragam, yaitu 

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat guru yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik.

Gbr 3. Kunci untuk mewujudkan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik

Menurut Tomlinson (2001), kita dapat mengkategorikan kebutuhan peserta didik berdasarkan 3 aspek yaitu:
1. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari metri baru.
2. Minat belajar
3. Profil Belajar, cntohnya yaitu gaya belajar (visual, auditory, kinestetik), jenis kelamin, latar belakang keluarga.

Karakteristik pembelajaran berdiferensiasi beserta contohnya sebagai berikut:
Strategi dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan dengan 3 strategi yaitu:
1. Diferensiasi konten, misalnya menggunakan beragam media pembelajaran dalam memberikan materi pembelajaran.

2. Diferensiasi proses, yaitu dapat secara individual maupun kelompok dengan metode ataupun model pembelajaran yang bervariasi.
3, Diferensiasi produk, yaitu beragam produk dihasilkan oleh peserta didik dengan menyesuaikan dengan kesiapan belajar. minat, maupun profil belajarnya.

Apakah harus dilaksanakan 3 strategi tersebut dalam setiap pembelajaran? 

Jawabannya: Bisa ya, bisa salah satunya saja atau kombinasi dari 2 strategi, semua disesuaikan dengan keputusan-keputusan yang masuk akal (common sense) dari rekan-rekan guru semua agar dapat mewujudkan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik sehingga "Merdeka Belajar" dapat diimplementasikan sekaligus membangun " Budaya Positif" di sekolah.


#pendidikangurupenggerak
#pembelajarnberdiferensiasi






Kamis, 17 Desember 2020

YUK KEMBANGKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH!



Pasti setelah membaca judul artikel ini, terbersit pertanyaan seperti pada gambar di atas. Bagaimana kita bisa menerapkan kalau tidak tahu apa yang dimaksud budaya positif? 
Budaya positif merupakan hal-hal yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kesadaran peserta didik tanpa memberikan tekanan sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik dan dapat membentuk karakter peserta didik.

Budaya positif di sekolah dapat terbangun melalui kolaborasi semua pihak terutama guru yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. Terciptanya budaya positif di sekolah sangat penting dalam menunjang pembentukan karakter peserta didik.

Perhatikan gambar-gambar berikut ini!

Gambar 1. Guru memarahi peserta didik


 Gambar 2. Guru menasehati peserta didik

Manakah dari gambar 1 dan gambar 2 yang dapat membangun budaya positif? 
Tentunya Anda telah dapat menjawabnya. 

Cara membangun budaya positif di Sekolah yaitu;

  1. Keteladanan Guru
  2. Pembiasaan
  3. Memberikan pujian pada hasil karya siswa
  4. Memberikan penghargaan terhadap usaha yang dilakukan siswa
  5. Menghindari hukuman
  6. Mengajak diskusi siswa jika ada permasalahan
  7. Mengajak siswa untuk membuat kesepakatan disiplin positif

Cara Guru Menjalin Hubungan dengan siswa untuk membangun budaya positif di Sekolah

  • u  Memberikan kepercayaan pada siswa
  • u  Berkomunikasi aktif dengan peserta didik
  • u  Memberikan apresiasi
  • u Mengajak siswa untuk menemukan masalah dan memecahkannya secara bersama
  • u  Membuat kesepakatan kelas secara Bersama
  • u  Menganggap semua siswa memiliki potensi
  • u  Refleksi diri sendiri Berdiskusi dengan teman sejawat
   Melalui budaya positif maka akan terbentuk disiplin positif. Disiplin berasal dari Bahasa latin yaitu disciplina artinya belajar. Disiplin diri membuat orang dapat menggali potensinya untuk mencapai tujuan dan apa yang dihargai. Disiplin bukan dilakukan untuk mendapatkan kepatuhan dan ketidak nyamanan tapi lebih pada menghargai sesuatu sehingga timbul kesadaran untuk menerapkan tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga dapat mengingatkan orang lain. Inilah yang dimaksud dengan disiplin positif. 
   Dalam menanamkan budaya positif hendaknya guru berperan/ memiliki posisi sebagai manajer, bukan sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, sebagai teman, ataupun sebagai pemantau sehingga dapat menguatkan pribadi dan meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dan dapat mengevaluasi dirinya bahkan memperbaiki diri sehingga dapat menuntun terbentuknya karakter dalam diri peserta didik. 

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa 

"Tujuan Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat"

Budaya positif dibangun mulai dari hal-hal yang kecil seperti membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas merupakan upaya membentuk budaya positif yang melibatkan peserta didik untuk menerapkannya. Disiplin positif dapat diwujudkan melalui kesepakatan kelas. Berikut tips membuat kesepakatan kelas:


Contoh Kesepakatan Kelas sebagai berikut:
Melalui kesepakatan kelas diharapkan terbentuknya motivasi intrinsik peserta didik dalam mematuhi tata tertib karena dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sehingga dapat membantu guru dan peserta didik dalam menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan membentuk karakter peserta didik.
Disinilah peran guru penggerak untuk menggerakkan  komunitas dan bekerja secara kolaboratif untuk mengembangkan budaya positif secara konsisten dimulai dari diri sendiri, kelas, dan yang lebih luas yaitu sekolah maupun lingkungan sekitar. 

#calongurupenggerak
#budaya positif